PRADANAMEDIA/JAKARTA – Tepat setahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka berjalan. Dalam waktu singkat, arah politik nasional mulai terbentuk — berpijak pada politik akomodatif yang menekankan persatuan dan stabilitas.
Alih-alih mempertahankan polarisasi pascapemilu, Prabowo memilih jalan konsolidasi. Ia merangkul berbagai kekuatan politik, termasuk mereka yang sebelumnya menjadi lawan. Sikap ini bukan sekadar strategi, tetapi wujud dari keyakinan bahwa pembangunan hanya bisa berjalan jika bangsa bersatu.
Merangkul Lawan, Membangun Koalisi Kuat
Pendekatan politik inklusif tampak nyata dalam komposisi Kabinet Merah Putih. Prabowo mengajak tokoh-tokoh dari lintas partai, seperti Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar yang kini menjabat Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat.
Tokoh PKB lainnya, Abdul Kadir Karding, dipercaya sebagai Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Bahkan, usulan dari PKS pun diakomodasi dengan masuknya Yassierli sebagai Menteri Ketenagakerjaan.
Bahkan, muncul kabar bahwa Mahfud MD, rival politik di pilpres lalu, akan menjadi bagian dari Komite Reformasi Polri. Pola ini menegaskan komitmen Prabowo untuk mengedepankan kerja sama di atas perbedaan.
Stabilitas Politik Jadi Kunci
Melalui Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus, pemerintah kini mendapat dukungan kuat di parlemen — sekitar 81 persen kursi DPR berada di pihak pemerintah.
Sementara PDI Perjuangan memilih posisi sebagai penyeimbang, bukan oposisi. PDI-P siap mendukung kebijakan pro-rakyat dan mengkritisi bila ada langkah pemerintah yang menyimpang.
Konstelasi ini menciptakan keseimbangan demokrasi yang sehat: dukungan besar bagi pemerintah, namun kontrol tetap terjaga. Hubungan eksekutif dan legislatif pun berlangsung harmonis, tanpa gejolak besar di tahun pertama pemerintahan.
Simbol Rekonsiliasi dan Persatuan
Sikap akomodatif juga terlihat dalam kebijakan rekonsiliasi nasional. Pemerintah memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Tom Lembong, dua tokoh yang sebelumnya berseberangan.
Langkah ini menunjukkan keinginan Prabowo untuk menurunkan suhu politik, membuka lembar baru, dan memperkuat semangat kebersamaan antar elemen bangsa.
Menjaga Demokrasi Tetap Hidup
Meski politik akomodatif membawa stabilitas, tantangan tetap ada: bagaimana menjaga check and balances agar demokrasi tidak kehilangan daya kritis.
Peran masyarakat sipil, media, dan partai penyeimbang tetap penting agar pemerintahan tetap transparan, akuntabel, dan berpihak pada rakyat.
Stabilitas untuk Pembangunan Rakyat
Dengan pondasi politik yang stabil, pemerintah dapat fokus pada program-program prioritas: Makan Bergizi Gratis, Cek Kesehatan Gratis, Sekolah Rakyat, Rumah Subsidi, dan penguatan ekonomi nasional.
Semua program ini menuntut dukungan lintas partai dan suasana politik yang kondusif. Tanpa stabilitas, kebijakan akan mudah terguncang oleh tarik-menarik kepentingan.
Penutup: Politik Menyatukan, Bukan Memecah
Satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran memperlihatkan arah baru: kekuasaan digunakan untuk menyatukan kekuatan bangsa, bukan memperdalam perpecahan.
Langkah ini mungkin belum sempurna, tetapi menunjukkan tekad kuat untuk menjadikan stabilitas politik sebagai fondasi utama pembangunan nasional dan kebangkitan Indonesia menuju masa depan yang lebih kokoh dan bersatu. (AK)

