Teras Narang Soroti Maraknya SKPT Tanpa Kepastian Hak di Palangka Raya, Dorong Pembentukan Raperda Pertanahan

LOKAL PEMERINTAHAN
Bagikan Berita

PRADANAMEDIA / PALANGKA RAYA – Maraknya penerbitan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) di Kota Palangka Raya tanpa diikuti kepastian hukum atas hak tanah, menjadi perhatian serius anggota DPD RI Dapil Kalimantan Tengah, Agustin Teras Narang.

Kondisi tersebut dinilai berpotensi menimbulkan sengketa lahan dan membingungkan masyarakat terkait status kepemilikan tanah mereka.

Menurut Teras Narang, persoalan ini muncul karena tata ruang kota yang memungkinkan penguasaan tanah diterbitkan secara luas, namun belum diimbangi dengan pemberian hak atas tanah yang sah — seperti hak milik, hak guna bangunan, hak pakai, dan hak guna usaha.

“SKPT itu bukan hak, melainkan hanya surat keterangan bahwa tanah tersebut telah terdaftar. Sertifikat baru bisa diterbitkan setelah pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dilakukan, yang juga menjadi salah satu sumber PAD kota,” ujar Teras usai kegiatan reses di DPRD Kota Palangka Raya, Kamis (9/10).

Perlu Koordinasi Antarlembaga dan Aturan Daerah yang Tegas

Teras Narang menegaskan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak dapat disalahkan atas banyaknya penerbitan SKPT. Menurutnya, lembaga tersebut memiliki prosedur ketat dalam penerbitan sertifikat tanah.

“BPN tidak berani menerbitkan sertifikat tanpa bukti pembayaran BPHTB di daerah. Artinya, koordinasi antara pemerintah kota dan BPN menjadi kunci utama,” jelasnya.

Untuk menata ulang sistem penerbitan SKPT, mantan Gubernur Kalimantan Tengah itu mendorong DPRD Kota Palangka Raya segera menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang mengatur tata kelola SKPT secara lebih tertib dan berkelanjutan.

“Dengan prosedur yang jelas, SKPT bisa diterbitkan dengan akuntabilitas tinggi dan tidak mudah berubah hanya karena pergantian lurah atau pejabat administrasi,” tambahnya.

Harapan: Kepastian Hak dan Perlindungan Masyarakat

Lebih lanjut, Teras menjelaskan bahwa urusan pertanahan melibatkan berbagai tingkatan kewenangan — mulai dari nasional, provinsi, hingga kewenangan penuh di tingkat kota. Karena itu, diperlukan sinergi lintas lembaga agar penerbitan SKPT dan sertifikat tanah dapat berjalan transparan, akurat, dan tidak tumpang tindih.

“Koordinasi yang baik antara pemerintah daerah, BPN, dan DPRD akan menciptakan sistem pertanahan yang lebih tertib serta memberi kepastian hukum bagi masyarakat,” tegasnya.

Reses ini juga menjadi wadah bagi Teras Narang untuk menyerap aspirasi warga terkait berbagai persoalan tanah di Palangka Raya, mulai dari tumpang tindih kepemilikan hingga keterlambatan penerbitan sertifikat.

Ia berharap, melalui regulasi yang kuat di tingkat daerah, kebijakan pertanahan ke depan tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga berorientasi pada perlindungan hak dan kesejahteraan masyarakat.

Persoalan SKPT tanpa kepastian hak mencerminkan perlunya pembenahan sistem administrasi pertanahan di daerah. Keterpaduan kebijakan antara BPN, pemerintah kota, dan DPRD akan menjadi kunci untuk mencegah sengketa lahan dan memperkuat keadilan agraria di Kalimantan Tengah. (RH)


Bagikan Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *