PRADANAMEDIA / JAKARTA – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai pengerahan TNI untuk menjaga fasilitas sipil, termasuk Gedung DPR RI, tidak sesuai dengan fungsi konstitusional militer sebagai alat pertahanan negara.
Direktur Imparsial, Ardi Manto, menegaskan pelibatan TNI dalam pengamanan dalam negeri justru berlebihan dan tidak proporsional. “Koalisi memandang, pelibatan TNI akhir-akhir ini di Indonesia dalam menjaga keamanan sipil, seperti menjaga Gedung DPR, jauh keluar dari fungsi sejatinya sebagai alat pertahanan negara,” kata Ardi dalam keterangan tertulis, Jumat (19/9).
Menurut Ardi, berdasarkan konstitusi, kewenangan melibatkan militer dalam urusan sipil berada di tangan Presiden, bukan Menteri Pertahanan. Ia menilai dalam kondisi damai, peran TNI semestinya terbatas pada urusan pertahanan, bukan keamanan.

Kritik terhadap Pembandingan dengan Amerika Serikat
Pernyataan ini muncul merespons komentar Kepala Biro Informasi Pertahanan (Infohan) Kementerian Pertahanan, Brigjen TNI Frega Wenas Inkiriwang, yang menyebut pengerahan militer di fasilitas publik juga lazim dilakukan di Amerika Serikat (AS) dan terbukti menekan kriminalitas.
Namun, Koalisi menilai rujukan tersebut tidak tepat. Ardi menekankan bahwa pengerahan militer di era Presiden Donald Trump justru menuai gugatan di pengadilan federal AS karena melanggar Posse Comitatus Act, aturan yang membatasi peran militer dalam urusan sipil.
“Dengan demikian salah dan keliru jika Kemenhan menjadikan AS sebagai contoh. Di AS saja pengadilan menyatakan praktik itu ilegal,” ujarnya.
Koalisi juga menilai klaim penurunan kriminalitas akibat pengerahan militer tidak memiliki dasar ilmiah. Penurunan angka kriminalitas di sejumlah wilayah AS, menurut mereka, dipengaruhi faktor lain yang tidak berkaitan langsung dengan kehadiran militer.
Risiko Antidemokrasi
Koalisi memperingatkan bahwa meniru kebijakan ala Trump berpotensi menyeret Indonesia ke arah pemerintahan yang anti-demokrasi. “Dengan meniru AS, Kemhan justru sedang mengarahkan Indonesia pada rezim yang anti-demokrasi atau bahkan fasisme,” tegas Ardi.
Ia juga mengingatkan salah satu tuntutan utama gerakan sipil 17+8 adalah mengembalikan militer ke barak, menghentikan keterlibatan dalam pengamanan sipil, dan mencegah masuknya TNI ke ruang sipil.
Menhan: TNI Jaga Simbol Kedaulatan Negara
Sementara itu, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menegaskan TNI akan tetap disiagakan di Kompleks Parlemen. Menurutnya, kehadiran prajurit diperlukan untuk menjaga simbol kedaulatan negara.
“Jadi TNI akan menjaga simbol kedaulatan negara di DPR. Saya sudah menyetujui dan Panglima bersama para kepala staf akan menindaklanjuti langkah ini,” ujar Sjafrie di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (16/9/2025).
Namun, ia tidak menjelaskan secara rinci sampai kapan TNI akan terus ditempatkan di Gedung DPR. (RH)
