Krisis TPA Sampah di Kalteng: Tantangan Serius, Solusi Ada di Tangan

INSFRASTRUKTUR LOKAL

Pradanamedia/Palangka Raya – Persoalan sampah di Kalimantan Tengah (Kalteng) semakin mendesak untuk segera diatasi. Data terbaru menunjukkan, volume timbunan sampah di provinsi ini telah mencapai 1.259 ton per hari, dengan sebagian besar berasal dari aktivitas rumah tangga.

Inspektur Utama Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Irjen Pol Winarto, mengingatkan agar kondisi ini tidak dianggap remeh. Ia memaparkan, komposisi terbesar sampah Kalteng berasal dari sisa makanan (35,57 persen), diikuti plastik (24,53 persen), serta kayu dan ranting (11,13 persen). Sisanya terdiri atas karet, logam, kaca, dan material lain.

“Data ini menegaskan bahwa rumah tangga adalah penyumbang utama timbunan sampah di Kalteng. Bila tidak dikelola dengan baik, persoalan ini bisa berdampak serius terhadap lingkungan maupun kesehatan masyarakat,” tegas Winarto dalam Rapat Koordinasi Penanganan Sampah se-Kalteng di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur, baru-baru ini.

Ia menambahkan, isu sampah bukan hanya masalah lokal, tetapi juga tantangan global. Saat ini, sekitar 38 persen sampah dunia tidak tertangani dengan baik, memicu pencemaran lingkungan, memperburuk perubahan iklim, hingga mengancam keanekaragaman hayati.

Sebagai langkah strategis, Winarto mendorong pengelolaan menyeluruh dari hulu ke hilir yang melibatkan pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat. Upaya yang bisa dilakukan antara lain: pengolahan sampah organik sejak dari sumbernya, memperkuat fasilitas TPS, menerapkan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle), serta pemberdayaan warga melalui bank sampah.

Dalam kesempatan itu, ia juga menyinggung Program Adipura sebagai instrumen evaluasi nasional dalam pengelolaan lingkungan perkotaan. Penilaian Adipura mencakup kebijakan dan anggaran (20 persen), kesiapan SDM dan fasilitas (30 persen), serta efektivitas sistem pengelolaan sampah (50 persen). Penghargaan ini terbagi dalam empat kategori:

  • Adipura Kencana (skor > 85),
  • Adipura (75–85),
  • Sertifikat Adipura (60–74),
  • dan predikat Kota Kotor bagi daerah dengan skor di bawah 60.

Winarto menegaskan, seluruh kepala daerah di Kalteng harus menaruh perhatian serius agar tidak ada satu pun kabupaten/kota yang masuk kategori “kota terkotor.”

“Sampah bukan semata beban. Jika dikelola dengan benar, ia bisa menjadi sumber ekonomi, membuka lapangan kerja baru, bahkan berkontribusi pada energi terbarukan. Kuncinya adalah sinergi dan komitmen bersama,” tandasnya.

Menurut tanggapan Pewarta bahwa sudah saatnya Pemerintah Provinsi didukung Pemerintah Kabupaten dan Kota mendorong terbentuknya kelompok-kelompok pengiat lingkungan hidup untuk membentuk bank sampah yang mampu mengolah sampah menjadi produk energi berkelanjutan dan pupuk organik, sehingga persoalan ini bisa berubah menjadi peluang. (AK)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *