PRADANAMEDIA / JAKARTA – Aliansi Akademisi Peduli Indonesia yang beranggotakan 344 akademisi menyampaikan keprihatinan mendalam atas kondisi bangsa yang dinilai tengah menghadapi krisis multidimensi. Gelombang protes yang menelan korban jiwa, seperti pengemudi ojek online Afffan Kurniawan dan mahasiswa Rheza Sendy Pratama, menjadi alarm serius bahwa kebijakan negara semakin jauh dari kepentingan rakyat.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Sulistiyowati Irianto, menilai situasi saat ini menunjukkan jurang yang kian melebar antara elite penyelenggara negara dan masyarakat. Menurutnya, prinsip dasar negara hukum mulai terkikis karena kebijakan pemerintah lebih berpihak pada kepentingan kekuasaan.
“Terlihat jurang yang lebar antara elite penyelenggara negara dan rakyatnya. Dalam negara hukum, penyelenggara negara seharusnya tunduk pada hukum. Namun yang terjadi justru sebaliknya: hukum diubah untuk memperkuat kekuasaan,” ujar Sulistiyowati dalam konferensi pers virtual, Senin (1/9).

Kritik terhadap Kebijakan Negara
Sulistiyowati menyoroti banyaknya program pemerintah yang dibuat tanpa dasar ilmiah dan tidak berbasis data kuat. Akibatnya, kebijakan tersebut kerap salah sasaran, rawan penyimpangan, bahkan ditafsirkan sebagai upaya memperkuat kekuasaan. Kondisi ini memicu penolakan publik dan memperlemah pilar-pilar negara hukum.
Ia menegaskan, demokrasi kian rapuh karena partisipasi publik tidak diakomodasi. Lebih jauh, prinsip moral, keadilan, hak asasi manusia, hingga keadilan ekologis semakin terpinggirkan.
“Keruntuhan demokrasi terjadi ketika partisipasi publik disisihkan, prinsip keadilan diabaikan, dan lembaga peradilan gagal menjaga independensinya. Padahal pilar negara hukum seharusnya melindungi warga dari kesewenang-wenangan penguasa,” tegasnya.
Kondisi Ekonomi Memburuk
Selain krisis politik dan hukum, aliansi juga menyoroti ekonomi rakyat yang kian terpuruk. Kemiskinan meningkat tajam, daya beli melemah, pemutusan hubungan kerja (PHK) meluas, dan banyak industri gulung tikar. Biaya pendidikan yang kian mahal memperburuk situasi.
“Kondisi seperti ini membuat rakyat kehilangan kepercayaan, kehilangan harapan, dan marah. Jika dibiarkan, bukan mustahil akan melahirkan protes besar, bahkan chaos,” ujar Sulistiyowati memperingatkan.
Tujuh Desakan Akademisi
Dalam pernyataannya, Aliansi Akademisi Peduli Indonesia mengajukan tujuh desakan konkret kepada pemerintah:
- Merestrukturisasi kabinet agar ramping, efisien, dan berbasis kompetensi.
- Meninjau ulang kebijakan anggaran yang salah sasaran dan membebani rakyat.
- Merevisi instrumen hukum dan kebijakan instan yang sarat kepentingan politik.
- Memberantas korupsi dan gratifikasi yang menggerogoti hak dasar rakyat.
- Menghentikan wacana darurat militer atau sipil yang berpotensi represif.
- Mengakhiri praktik penyesatan sejarah serta penghargaan murah bagi lingkaran kekuasaan.
- Mencegah diskriminasi rasial dan kekerasan berbasis gender.
Aliansi menegaskan, kritik ini bukan bentuk perlawanan, melainkan panggilan moral untuk menyelamatkan bangsa dari jurang krisis yang kian dalam. (RH)
