21 Tahun Berlalu, Komnas HAM Tegaskan Penyelidikan Kasus Munir Belum Berakhir

HUKAM NASIONAL

PRADANAMEDIA / JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kembali menyampaikan perkembangan penyelidikan dugaan pelanggaran HAM berat dalam kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia, Munir Said Thalib. Hingga saat ini, 18 orang saksi telah diperiksa oleh tim ad hoc penyelidikan yang dibentuk khusus untuk kasus tersebut.

Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, menjelaskan bahwa tim ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Ketua Komnas HAM Nomor 17 Tahun 2025, tertanggal 5 Maret 2025. Masa kerja tim kemudian diperpanjang agar penyelidikan bisa dilakukan secara lebih komprehensif sesuai amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

“Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Peristiwa Pembunuhan Munir Said Thalib telah melaksanakan serangkaian proses penyelidikan. Pertama, mengumpulkan dokumen dari berbagai instansi. Kedua, melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi. Hingga kini terdapat 18 saksi yang diperiksa,” ujar Anis dalam keterangan pers, Minggu (7/9).

Selain itu, tim juga berkoordinasi dengan sejumlah instansi terkait, menelaah ulang Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi, menyusun kerangka temuan, serta menggelar rapat rutin untuk membahas perkembangan penyelidikan.

Tantangan Penyelidikan

Meski proses penyelidikan sudah berjalan, Anis menegaskan bahwa pekerjaan tim belum selesai. Tim masih menelusuri berbagai dokumen tambahan yang relevan serta merencanakan pemeriksaan lanjutan terhadap saksi dalam beberapa klaster.

“Sejumlah tantangan masih kami hadapi, terutama dalam menghadirkan para saksi untuk memberikan keterangan,” ungkapnya.

Koordinasi dengan penyidik Kejaksaan Agung juga terus dilakukan agar kasus ini bisa mendapatkan kepastian hukum.

Kasus Munir: Luka Panjang HAM Indonesia

Munir dibunuh pada 7 September 2004 dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta menuju Amsterdam melalui Singapura. Ia meninggal dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schiphol, Belanda. Hasil otopsi menunjukkan adanya racun arsenik di tubuhnya.

Munir dikenal luas sebagai pendiri KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) dan salah satu pembela HAM paling vokal di Indonesia pasca-Reformasi.

Proses hukum sempat menyeret sejumlah pihak. Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot Garuda Indonesia, divonis 14 tahun penjara. Sementara itu, mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Indra Setiawan divonis 1 tahun penjara karena memberi penugasan khusus kepada Pollycarpus dalam penerbangan Munir.

Dalam persidangan, muncul dugaan keterlibatan pejabat tinggi Badan Intelijen Negara (BIN). Namun, tidak ada satupun petinggi BIN yang dinyatakan bersalah. Bahkan, pada Desember 2008, mantan Deputi V BIN Muchdi Purwoprandjono divonis bebas dari segala dakwaan.

Tuntutan Keadilan Belum Reda

Dua dekade lebih sejak peristiwa itu, kasus Munir masih menjadi simbol perjuangan menegakkan hukum dan hak asasi manusia di Indonesia. Aksi Kamisan yang digelar setiap Kamis di depan Istana Merdeka, serta seruan dari keluarga dan aktivis, menjadi pengingat bahwa negara belum menuntaskan kasus ini.

“Penyelidikan ini adalah bagian dari komitmen Komnas HAM agar keadilan bagi Munir dan keluarganya tidak berhenti di tengah jalan,” tegas Anis. (RH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *